APRESIASI BUKU JURNALISME INVESTIGASI : TRIK DAN PENGALAMAN PARA WARTAWAN INDONESIA MEMBUAT LIPUTAN INVESTIGASI DI MEDIA CETAK, RADIO, DAN TELEVISI Oleh : Dandhy Dwi Laksono

 

APRESIASI BUKU JURNALISME INVESTIGASI : TRIK DAN PENGALAMAN PARA WARTAWAN INDONESIA MEMBUAT LIPUTAN INVESTIGASI DI MEDIA CETAK, RADIO, DAN TELEVISI

Oleh : Dandhy Dwi Laksono

I.                   Rangkuman

1.      Apa itu Investigasi?

pada awal pembahasan diberikan cerita tentang Bre-X Minerals yang melakukan penipuan mengenai emas yang ada di Busang, Kalimantan Timur. Awalnya saham Bre-X melonjak tinggi kemudian langsung anjlok dan dikejar banyak pihak. Sebagai eksekutifnya, David Walsh kabur ke Pulau Bahama dan Michael De Guzman melakukan bunuh diri dengan meloncat dari helicopter pada 19 Maret 1997. Tapi wartawan Bondan Winarno merasa curiga jika jenazah yang dikubur bukanlah Guzman, karena Bondan memiliki dugaan-digaan lain mengenai kematian Guzaman. Salah satu dugaannya bahwa Guzman merupakan orang yang menikmati hidupnya maka tidak mungkin dengan mudah untuk melakukan bunuh diri.

Dari contoh diatas merupakan salah satu investigasi, yang disebut laporan investigasi tidak ditentukan oleh panjang atau pendeknya laporan. Laporan bisa disebut investigasi apabila wartawan sendiri yang mencari dan menemukan bukti, jika bukti tersebut berasal dari aparat dan tidak menelusuri lebih lanjut maka bukanlah investigasi. Ada lima elemen investigasi yang harus dipenuhi (1) mengungkap suatu kejahatan untuk kepentingan publik, (2) kasus yang diungkap cenderung luas dan sistematis, (3) menjawab pertanyaan penting dan memetakan persoalan, (4) adanya aktor-aktor yang terlibat secara lugas dan adanya bukti yang kuatt, (5) bisa membuat perubahan.

Perbedaan antara investigasi dan in-depth. Jika in depth biasa disajikan panjang lebar dan akan berakhir di pemetaan masalah. Sedangkan investigasi diteliti lebih lanjut lagi. Salah satu contoh yaitu mengenai sapi gelonggongan, apakah topic tersebut bisa disebut investigasi atau hanya laporan biasa? Jika dilihat dari elemennya, maka topic tersebut termasuk laporan biasa yang diverifikasi tetapi menggunakan teknik investigasi.

Menentukan topic investigasi tidak harus dari isu-isu yang “hebat” dengan melibatkan politik, pejabat, dan lain-lain. Tetapi topic investigasi bisa diperoleh dari hal-hal yang sering dialami misalnya obat-obatan, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Meskipun wartawan melakukan kegiatan investiasi tetapi investigasi yang dilakukan pastilah berbeda dengan polisi. Investigasi wartawan memiliki batasan seperti tidak boleh menggeledah rumah atau kantor seseorang. Jadi wartawan bukan seorang polisi yang bisa melakukan investigasi sesuka hati.

 

2.      Model Investigasi

Pada awal pembahasan diberi cerita mengenai wartawan yang melakukan investigasi mengenai TKI illegal, wartawan tersebut mengikuti prosedur-prosedur layaknya orang yang akan menjadi TKI. Namun kedua wartawan tersebut dibuat untuk tidak saling kenal dan melakukan komunikasi jika ada mereka berdua saja. Mereka melakukan penyamaran dengan sangat apik, mereka pun seolah-olah akan menjadi TKI sungguhan karena sampai menyiapkan berkas segala rupa. Namun penyamaran tidak sampai akhir, padahal mereka masih sanggup untuk melakukan investigasi, dengan alasan keselamatan akhirnya investigasi dihentikan. Dalam sebuah peliputan dibutuhkan modal kemauan, keberanian, dan ketekunan. Seorang jurnalis investigasi harus memiliki komitmen untuk berkorban meluangkan waktu, karena wartawan tidak menggunakan logika jam kerja , wartawan yang bisa bertahan adalah wartawan yang memiliki kemauan yang keras dan bersedia untuk meluangkan ekstra waktunya. Selain itu modal utama yang harus dimiliki seorang wartawan adalah nyali yang besar sebab seorang wartawan akan berhadapan dengan berbagai macam karakter orang, situasi saatpeliputan, bahkan bahaya yang bisa mengancam nyawa sang wartawan. Banyak kasus yang dialami oleh wartawan seperti pemukulan, teror, intimidasi, bahkan sampai adanya pembunuhan. Modal selanjutnya yang dimiliki wartawan adalah ketekunan dan keuletan karena wartawan yang sukses dalam investigasi bukan hanya wartawan yang pandai melainkan wartawan yang ulet dan tekun. Modal lain yang harus dimiliki wartawan adalah jejaring yang luas, dengan luasnya jaringan pertemanan sang wartawan dapat memberikan kemudahan dalam mendapatkan informasi terlebih jika sang wartawan bisa memiliki jaringan luas dikalangan pejabat dan polisi. Penulis berkata jika investigasi ditentukan oleh dua faktor yaitu usaha dan keberuntungan. Faktor keberuntungan yang pernah dialami oleh Bondan, ketika ia tengah menacri tahu mengenai kematian Guzman kemudian ia bertemu dengan seseorang yang tidak ia kenal tapi ternyata orang tersebut bisa menuntunnya untuk menemukan istri Guzman. Ada juga istilah deep throat atau whistle blower, yang dimaksud dengan deep throat adalah orang yang memberikan banyak petunjuk mengenai sesuatu dan wartawan bisa menyembunyikan identitas deep throat tersebut. Sedangkan whistle blower ialah “orang dalam” yang memberikan informasi dalam proses investigasi. Potensi yang menjadi whistle blower ialah orang dalam instansi atau kelompok target, competitor, bekas orang dalam, kelompok yang dimarginalkan, orang-orang di lingkaran target.

Modal selanjutnya ialah pengetahuan yang memadai, ide peliputan bisa didapat dari hal-hal yang ada disekitar kita, kita harus membuka semua panca indera lebih peka, tekun, dan melatih kesabaran. Jurnalis juga melakukan assessment atau menilai informasi agar bisa menemukan titik bidik mengenai apa yang salah dari adanya peristiwa tersebut. Modal lain yang dimiliki jurnalis investigasi adalah keterampilan mengemas laporan, karena media dan topic yang akan digarap pasti berbeda antara media cetak dan radio. Pengenalan karakter media akan menentukan angle apa saja yang harus diambil sehingga laporan inestigasi akan lebih terfokus. Modal selanjutnya ialah komitmen institusi media, misalnya media tetap memberitakan kasus korupsi meski rating atau share-nya rendah karena bersaing dengan sinetron, film, dan lain-lain.

 

 

3.      Perencanaan Investigasi

Merencanakan investigasi bisa dimulai langkah dengan membentuk sebuah tim, dalam sebauh tim tidak harus memiliki banyak anggota, itu tergantung seberapa besar kasus yang akan diinvestigasi. Keuntungan bekerja secara tim adalah adanya orang-orang dengan spesialisasi tertentu yang bisa memudahkan dalam kegiatan penyamaran. Langkah kedua yaitu riset dan observasi awal (survei), sebelum terjun ke lapangan, biasanya wartawan akan melakukan riset terlebih dahulu, hasil dari riset akan memberikan simpulan atau menjawab hipotesis yang telah dibangun. Observasi atau survey ada dua jenis, yang pertama observasi untuk mengumpulkan informasi yang berguna untuk menyususn perencanaan (survey), kedua disebut teknik observasi yang digunakan untuk liputan (biasanya digunakan untuk radio dan cetak). Observasi yang dilakukan oleh media cetak digunakan untuk membuktikan kejadian dengan mata kepalanya sendiri. langkah ketiga adalah menentukan angle dan hipotesis, untuk menentukan angle yang akan diliput, wartawan harus menjawab pertanyaan apa yang akan diungkap? Atau agar lebih mudah dalam peliputan maka dibuatlah pohon masalah agar lebih jelas tahapan-tahapan yang harus diliput. Setelah menentukan angle, wartawan bisa merumuskan hipotesis, hipotesis bisa disusun secara induktif (berupa informasi)  bisa dikumpulkan setahap demi setahap atau deduktif (berupa logika). Hipotesis yang berkualitas ditentukan oleh kualitas informasi yang dikumpulkan, riset yang kuat baik riset dokumen maupun lapangan. Langkah keempat adalah merencanakan strategi eksekusi, setelah hipotesis dibuat maka langkah selanjutnya ialah melakukan strategi eksekusi, dalam melakukan eksekusi wartawan harus memiliki beberapa rencana. Langkah kelima adalah menyiapkan scenario pasca-publikasi, agar segala kemungkinan yang akan terjadi dapat diantisipasi dan dengan begitu wartawan bisa lebih teliti dalam meyusun laporan yang akan diberikan kepada publik. Tips mudah untuk menyusun scenario pasca-publikasi adaah dengan menyusun daftar ancaman-ancaman yang dimulai dari ancama ringan hingga berat, kemudian membuat strategi untuk menghadapinya.

4.      Action!

Dalam peliputan investigasi ada dua tahap. Tahap 1 adalah mencari bukti fisik dan bukti hukum. Dalam media cetak bukti fisik bisa berupa dokumen, foto, atau hasil observasi di lapangan. Sedangkan bagi media televisi, bukti fisik bisa berpa remakan video atau footage. Beda halnya dengan radio, bukti fisik yang dibutuhkan adalah rekaman suara. Kemudian inti dari liputan investigasi adalah mencari kesaksian, jika di media cetak akan ditulis “menurut sumber yang menolak dipublikasikan identitasnya”, di media televisi akan disamarkan wajahnya, sedangkan di radio suara yang diberikan akan diberi efek.  Ada metode investigasi yaitu paper trail  atau diganti dengan material trail yaitu bukti fisik bisa berupa dokumen, foto, remakan suara, atau rekaman video, people trail yaitu menelusuri narasumber, dengan adanya people trail bisa menari benang merah berdasarkan munculnya nama-nama tertentu, dari people trail bisa melacak nama-nama orang yang bersangkutan dengan peristiwa tertentu. Money trail uang biasanya menjadi benang merah dari segala hal, oleh karena itu uang sebagai benang merah maka bisa menuntun untuk menemukan siapa saja yang bermain dalam suatu kasus.

Tahap kedua ialah mencari dan mengumpulkan kesaksian. Tahap ini dibutuhkan untuk mengumpulkan kesaksian orang-orang agar bisa membatu dalam memecahkan persoalan. Ada beberapa narasumber yang bisa ditemui ketika investigasi yaitu narasumber petunjuk (whistle blower, orang dalam, the insider), narasumber primer (pelaku, saksi mata), narasumber sekunder (informan,pemberi informs latar belakang, sumber resmi), narasumber ahli (pemahaman di bidang tertentu). Namun jika gagal untuk menembus narasumber maka bisa digunakan cara alternative yaitu dengan door stop interview,

5.      Teknik Peliputan

Ada beberapa teknik penyamaran dalam investigasi yaitu penyamaran melebur (immerse), penyamaran menempel (embedded), penyamaran berjarak (surveillance). Penyamaran melebur yaitu menyamar dengan mengikuti semua kegiatan yang dilakukan oleh lingkungan yang akan diinvestigasi, contohnya yang dilakukan oleh dua wartawan yang melakukan investigasi TKI illegal, mereka menyamar menjadi calon TKi dan mengikuti prosedur yang ditetapkan. Penyamaran embedded yaitu wartawan memanfaatkan akses tertentu untuk menyamar, contohnya menyamar sebagai anggota keluarga yang akan membesuk salah seorang yang ada di penjara, teknik ini biasa digunakan untuk menembus penjara dan penyamaran ini bisa lebih leluasa berinteraksi dengan objek. Penyamaran berjarak yaitu penyamaran ini bisa dibilang resikonya paling kecil, karena ditengah=trngah prnyamaran, strategi yang dilakukan bisa langsung diubah, penyamaran ini dilakukan dengan sasaran yang tidak merasakan kehadiran wartawan investigasi.

Selain penyamaran, teknik lain yang sering digunakan adalah observasi yang dilakukan secara terang-terangan. Seperti yang dilakukan Bondan dalam penyelidikan kematian Guzman, ia tidak melakukan penyamaran, ia masih mengaku sebagai wartawan, dan menggunakan pancaindera untuk menangkap fakta di lapangan. Teknik lain adalah decoying alias mengecoh, biasanya dilakukan bila ingin mendapatkan akses informasi di pihak tertentu tapi mereka ragu untuk menutupinya, mereka tidak anti media, contohnya ketika wartawan akan melakukainvestigasi perdagangan illegal burung langka, kemudian survey pasarnya tapi dengan pura-pura meliput angle yang lain yaitu pura-pura meliput kesehatan burung atau pakan burung.

6.      Mengemas Laporan

Jika investigasi dianalogikan sebagai mencari ikan dengan berbagai strategi dan teknik yang digunakan maka diakhir penangkapan, ikan tersebut akan dimasak oleh koki. Jika koki yang mengolah ikan tersebut dapat memasaknya dengan baik maka hidangan yang disajikan pun akan enak. Sma halnya dengan investigasi berbagai strategi dan teknik dilakukan oleh wartawan dan diakhir akan dihasilkan produk yang baik. Setiap media memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Di radio memfokuskan dokumentasi rekaman. Di media cetak lebih mfokus pada dokumen foto, teks, dan grafis. Media televisi memfokuskan pada gambar dan hasil editing. Tetapi dari ketiga media tersebut, yang paling atraktif adalah internet, karena di internet laporan investigasi bisa terdiri dari gabungan ketiga media yaitu naskah, foto, infografis, suara, dan video. Di media cetak, tampilan fisik merupakan halyang utama karena jika tulisan terlalu panjang maka pembaca akan merasa bosan. Ada hal-hal yang biasa diperhatikan oleh pembaca yaitu kekuatan judul, pengantar, lead, atau quote, foto dan keterangannya, grafis atau judul table, kaitan inti sari dengan kehidupannya, jumlah halaman. Media cetak berbeda dengan radio maupun televisi, penikmat radio dan televisi tidak akan tahu seberapa panjang laporan yang diberikan, jadi jika ingin merebut perhatian maka gambar-gambar dan suara yang diberikan harus bagus.

Media cetak merupakan yang paling unggul karena pembaca bisa diberi waktu lebih banyak untuk mencerna informasi yang diberikan, bisa membacaya berulang kali jika belum mengeri media cetak bisa dibaca kapan saja misalnya Koran pagi tetapi bisa dibaca di malam hari, media cetak bisa dibaca dimana saja ketika menunggu kendaraan, di ruang kerja, bahkan di toilet. Internet pun sebenarnya bisa seperti media cetak tetapi tidak praktis rasanya bila membaca informasi di toilet dengan membawa laptop. Sedangkan radio dan televisi memiliki jadwal pasti tayangnya, penonton dan pendengar tidak bisa melewatkan jadwal tersebut, tidak bisa mengulang informasi, sehingga publik hanya bisa menikmati informasi tersebut hanya pada waktu yang telah ditentukan. Dalam teknik penulisan ketiga media memiliki teknik yang berbeda, jika cetak menggunakan bahasa tulis, sedangkan radio dan televisi menggunakan bahasa tutur.

7.      Kode Etik

Perlindungan terhadap narasumber penting untuk dilakukan, wartawan harus menjelaskan  hal-hal yang akan ditimbulkan pasca-publikasi. Wartawan memiliki hak tolak untuk tidak menyebutkan identitas narasumber maupun keberadaan narasumbernya ada di Kode Etik Jurnalistik pasal 7. Dalam Kode Etik Jurnalistik pasal 2 disebutkan jika mengambil dokumen merupakan “mencuri” karena dalam pasal tersebut disebutkan bahwa wartawan harus menempuh cara-cara yang professional. Tetapi cara-cara tertentu bisa dipertimbangkan karena liputan tersebut ditujukan untuk kepentingan publik. mengenai wajah tersangka yang disamarkan ada beberapa pendapat. Pendapat pertama menyatakan jika jurnalis harus mengaburkan wajah tersangka hingga terbukti bahwa ia bersalah. Pendapat kedua mengatakan bahwa sampai dinyatakan bersalah pun tidak perlu kaburkan wajahnya karena esensi dari berita itu adalah perbuatannya bukan orangnya.

 

II.                Apresiasi

Pada bab 1 menjelaskan mengenai investigasi, menurut Dandhy, yang dimaksud laporan investigasi adalah laporan yang tidak ditentukan panjang atau pendeknya investigasi, bisa jadi laporan yang panjang bukanlah investigasi, sedangkan yang pendek bisa jadi laporan investigasi. Dalam tulisan halaman 23 itu juga disebutkan bahwa hampir semua jurnalis berpendapat bahwa investigasi tidak ditentukan oleh panjang atau pendeknya laporan, tetapi apakah laporan tersebut mengungkap kasus kejahatan terhadap publik .

Sedangkan dalam buku Dadi Sumaatmadja yang berjudul Reportase Investigasi Menelisik Lorong Gelap dalam bukunya disebutkan dalam bab Serupa Tapi tak Sama bahwa ada beberapa ciri reportase investigasi yaitu membutuhkan waktu yang lama, ke detilan dalam penulisan laporan, mengungkap penyimpangan dan penyelewengan secara total, ketegasan dalam menentukan target liputan.

Lain halnya dengan Septiawan Santana dalam bukunya yang berjudul Jurnalisme Investigasi menyebutkan jika investigasi memiliki Ciri-ciri jurnalisme investigative yang diberikan oleh Santana adalah pola kisahnya memiliki perbedaan dengan jenis lain, liputan beritanya bukan bedasarkan agenda yang terjadwal, tidak dibatasi tekanan-tekanan waktu.

Dari ketiga penjelasan tadi bisa saya pahami bahwa yang dimaksud dengan investigasi adalah kasus atau peristiwa yang diungkap oleh wartawan tetapi sebelumnya kasus tersebut belum pernah disiarkan ke publik, atau kasus yang merugikan orang lain dan sengaja ditutup-tutupi dan akan diinvestigasi oleh wartawan demi kepetingan publik.

Namun bedanya investigasi dan in-depth, biasanya investigasi adalah kasus yang sengaja ditutupi, lebih menekankan pada apa dan siapa. Sedangkan in-depth bisa berasal dari kasus yang tidak ditutupi misalnya laporan mendalam mengenai makanan khas Indonesia, lebih menekankan bagaimana dan mengapa. Jika saya katakana maka yang membedakan antara in-depth, investigasi, dan regular news yaitu jika regular news lebih ke menyajikan berita atau peristiwa kepada khalayak, in-depth lebih ke menceritakan peristiwa dengan ekspresi, sedangkan investigasi lebih ke menunjukkan bahwa kperistiwa tersebut memiliki hal-hal yang disembunyikan.

Di buku Septiawan Santana pada halaman 288 yang menyebutkan bahwa laporan mendalam mengkhususkan liputannya pada pencarian kedalaman liputan. Sama seperti Dadi dan Dhandy, dalam buku Santana pun menyebutkan jika laporan mendalam tidak mengungkapkan peristiwa yang sengaja disembunyikan pihak tertentu seperti dalam investigasi.

Saya setuju dengan pernyataan dari penulis Dandhy mengenai wartawan bukanlah polisi, karena investigasi yang dilakukan wartawan dan polisi pastilah berbeda. Meskipun wartawan melakukan investigasi tetapi masih memiliki batasan-batasan yang tidak bisa dilanggar wartawan. Jadi wartawan tidak bisa disebut sebagai polisi. Pembahasan mengenai wartawan bukanlah polisi, tidak saya baca di buku Dadi maupun Santana.

Dalam halaman 44 penulis menyebutkan jika jurnalis tidak dibenarkan untuk mencuri dokumen. Pernyataan tersebut sama seperti yang dijelaskan di buku Santana bahwa wartawan investigative bukanlah pekerjaan seorang pencuri, jadi jika dibaca kembali bahwa Santa tidak menganjurkan untuk mencuri bahkan dokumen sekalipun, karena mencuri erat kaitannya dengan etika dan hukum . berbeda halnya dengan yang dikatakan oleh Dadi bahwa ia pernah beberapa kali melakukan pencurian dokumen, bahkan pencurian dilakukan ketika wawancara dengan narasumbernya. saya setuju dengan pernyataan Santana dan Dhandy memang profesi yang dilakukan wartawan adalah untuk memberitahu kebenaran jadi profesi tersebut rasanya tidak etis karena melanggar Kode etik yang berlaku. tetapi pada bagian dokumen saya masih bingung, apakah boleh dilakukan atau tidak.

Bab 2 dibuka dengan kasus mengenai investigasi TKI illegal, investigasi ini menurut saya menarik karena wartawan ikut terjun langsung melakukan penyamaran dan mengikuti prosedur yang diberikan oleh calo. Di ceritanya penulis sangat menjelaskan cara-cara penyamaran yang dilakukan dua wartawan itu. Sehingga saya sebagai pembaca bisa mengetahui cara yang dilakukan wartawan ketika melakukan investigasi. Dan pada buku ini juga dijelaskan jika menjadi wartawan investigasi televisi lebih rumit, jadi saya sangat salut kepada para wartawan investigasi media televisi yang bisa menghadirkan acara investigasi yang bisa bermanfaat bagi publik, sehingga publik bisa mengetahui bahwa kasus tersebut memiliki hal-hal yang ditutupi. Penulis dengan detail bisa menceritakan investigasi yang dilakukan SAI dan HRW sehingga saya bisa mengetahui cerita apa saja yang terjadi ketika investigasi berlangsung. Karena seperti yang dikatakan Dadi dalam bukunya pada halaman 15 bahwa ketajaman ingatan sangat berguna bagi reporter investigasi. Saya juga setuju dengan pernyataan

Dari cerita diatas, saya dapat mengambil pelaajran bahwa menjadi wartawan investigasi harus memiliki kemauan, ketekunan, keberanian dalam melakukan peliputan. Saya setuju dengan yang dibahas oleh penulis bahwa modal yang harus dimiliki wartawan dan medianya adalah kemauan, ketekunan, dan keberania. Karena dengan modal itu, peliputan bisa berjalan lancar dan mendapatkan laporan yang berkualitas dan bisa dipublikasikan kepada masyarakat. Kemauan wartawan untuk meluangkan waktu ekstranya, saya telah membaca buku investigasi yang lain dan memang waktu yang diperlukan untuk wartawan investigasi lebih banyak dibanding wartawan biasa. Karena untuk meliput investigasi diperlukan waktu yang lama. Saya pernah membaca cerita jika waktu yang dilakukan lebih banyak di lapangan dan rumah dijadikan hanya untuk tempat istirahat kemudian kembali meliput. Oleh karena itu, wartawan yang bersedia meluangkan waktunya adalah wartawan yang memiliki kemauan yang keras. Kemudian dalam hal keberanian, saya salut kepada wartawan yang memiliki keberanian dalam menghadapi situasi di lapangan. Karena kita tidak akan tahu akan berhadapan dengan orang-orang yang seperti apa, situasi di lapangan. Kemudian wartawan juga memiliki ketekunan dan keuletan, kita tahu bahwa dalam melakukan investigasi pasti memerlukan waktu yang panjang sehingga jika wartawan tidak memiliki ketekunan akan mudah frustasi dan mengambil keputusan untuk mengakhiri investigasi (seperti  yang dikatakan oleh penulis).

Yang menarik dari bab ini adalah adanya wish list jadi saya sebagai pembaca bisa mengetahui tugas-tugas apa saja, tahap-tahap yang harus dilakukan oleh wartawan yang akan investigasi.

Modal lain yang dimiliki wartawan ialah jejaring yang luas, pengetahuan yang memadai, keterampilan mengemas laporan. Dengan modal itu semua, pastinya wartawan akan mendapatkan laporan investigasi yang baik. Dalam bab ini ada istilah yang baru saya dengar yaitu deep throat dan whistle blower ternyata istilah tersebut adalah penyebutan bagi orang-orang yang memberikan petunjuk mengenai suatu kasus. Di bab ini juga penulis memberikan pengetahuan bahwa investigasi yang dilakukan untuk media cetak, radio, dan televisi memiliki perbedaan hasil dan apa saja yang diutamakannya. Saya jadi mengetahui bahwa untuk media cetak yang diutamakannya adalah dokumen, foto, dan infografis, sedangkan radio lebih mengutamakan dalam hal suara, televisi lebih mengutamkan visual.

Saya juga setuju mengenai modal yang dimiliki penulis yaitu jejaring yang luas. Karena dengan jaringan yang luas, wartawan bisa lebih mudah untuk mendapatkan fakta-fakta mengenai isu yang diinvestigasi. Penulis juga menyebutkan jika wartawan jangan meremehkan orang-orang yang terlihat biasa-biasa saja misalnya bukan dari kalangan pejabat, atau orang-orang yang memiliki jabatan lebih. Terkadang  sumber informasi bisa didapat dari orang-orang yang biasa saja dan tidak memiliki jabatan tinggi tetapi bisa menjadi sumber A1.

Di halaman 93, penulis memberikan ide yang bisa didapat wartawan untuk melakukan investigasi. Hal tersebut juga dikatakan penulis di halaman 44 bahwa topic yang bisa dijadikan isu investigasi tidak harus topic yang ‘hebat’ tetapi bisa berasal dari lingkungan sehari-hari wartawan tersebut. Pernyataan tersebut ada di halamn 210, penulis mengatakan bahwa orang-orang yang tidak terlalu penting ini kadang menjadi narasumber kunci (whistle blower).

Beralih ke bab 3 yaitu perencanaan investigasi, sama seperti buku-buku sebelumnya bahwa hal pertama yang dilakukan untuk peliputan investigasi adalah membuat tim. Seperti yang dikatakan oleh Dadi dalam bukunya di halaman 12 jika empat orang merupakan tim yang bisa disebut ideal, selain itu dalam sebuah tim investigasi anggotanya harus pekerja keras, drive tinggi, militant, tangguh di lapangan, setiap  orang bisa saling mengisi, saling menjaga, dan bisa terbuka satu sama lain.

Setelah membuat ti maka penulis menyebutkan langkah selanjutnya ialah riset, minggu kemarin saya dan teman saya membuat langkah-langkah investigasi bisa jadi lebih mudah. Dimulai dengan wartawan yang harus memiliki indera penciuman yang kuat nose of news karena isu investigasi bukan isu yang terlihat atau nampak, jadi wartawan harus mencari kasus yang tidak terlihat. Setelah wartawan menemukan topic yang akan diinvestigasi dan merasa curiga akan kasus tersebut maka dilakukanlah mini riset untuk membuktikan bahwa memang benar kasus tersebut memiliki hal-hal yang ditutupi. Dari riset tersebut wartawan bisa mendapatkan hipotesis dan bisa menghasilkan sebuah pertanyaan. Untuk membuktikan kebenarannya maka dilakukanlah observasi dan menentukan angle yang akan diliput. Untuk mempermudah menentukan angle, penulis memberikan tips yaitu dengan membuat pohon masalah.

Tips pohon masalah telah saya baca sebelumnya di buku Dadi dan Santana, menurut Dadi di halaman 51, manfaat dari dibuatnya pohon masalah adalah memudahkan dalam memahami persoalan, dapat melihat celah kelemahan dalam investigasi, penuntun dalam proses investigasi, pohon masalah bisa menjadi faktor paling menentukan ketika mengambil keputusan.

Setelah itu merencanakan strategi eksekusi, dalam pembahasan ini, penulis mengmbil contoh dari Dadi Sumaatmadja sehingga cerita yang diberikan kurang lebih saya telah mengetahuinya. Memang  contoh yang diberikan oleh Dadi bisa menjadi ilmu bagi pembaca karena ia melakukan investigasi yang menurut saya benar-benar ‘niat’. Strategi yang dilakukan wartawan biasanya dengan penyamaran. Dalam buku Santana halaman 31 disebutkan jika penyamaran merupakan teknik yang terakhir digunakan hanya setelah para editor, direktur berita dan reportase menyimpulkan bahwa sebuah kisah begitu signifikan (pentingnya) dan tidak ada cara lain untuk mengetahuinya (kecuali dengan menjalankan penyamaran jurnalistik).

Di bab 4, saya lebih banyak mendapatkan pengetahuan baru mengenai jurnalisme investigasi, ternyata di metode investigasi, buku ini menambahkan metode yang sebelumnya tidak saya dapatkan di buku lain yaitu money trail. Banyak membahas metode-metode investigasi. Jika dibuku Dadi dan Santana hanya disebutkan penyamaran-penyamarannya saja.

Dari pembahasan di bab 5 mengenai penyamaran, sama seperti yang diberikan materinya oleh Dadi, penyamaran yang diberikan yaitu teknik kamikaze, serangan fajar. Sedangkan materi penyamaran yang diberikan oleh Dandhy yaitu penyamaran melebur, menempel, dan berjarak. Ada teknik penyamaran yang menurut saya agak mirip dengan yang diberikan dadi yaitu teknik berjarak atau surveillance yang sama dengan teknik kamikaze.

Bagian bab 7 mengenai kode etik, di pembahasan etika menyamar dan merekam diam-diam. Mendapatkan materi liputan apa pun tanpa seizing atau otoritas dari narasumber, termasuk percakapan dan utipan disebut mencuri. Sedangkan jika merujuk pada KEJ Dewan Pers, menyamar boleh dilakukan jika demi kepentingan umum, tidak ada cara lain untuk mendapatkan informasi. Saya masih bingung pada pembahasan ini, bagaimana jadinya jika wartawan tersebut ingin melakukan investigasi, apakah ada cara lain yang bisa digunakan selain menyamar? Saya masih bingung penjelasan tersebut.

Setelah saya membaca buku ini, saya merasa bahwa tidaklah mudah menjadi wartawan investigasi karena resiko yang ditanggung cukup besar jika dibanding wartawan biasa., harus merelakan waktu ekstranya, melakukan penyamaran, bertemu dengan berbagai macam karakter orang. Dari segi buku, saya sangat menikmati yang materi maupun cerita yang diberikan. Karena berbeda dengan buku sebelumnya yang diberikan oleh Santana, buku ini menggunakan kata-kata yang mudah difahami, cerita yang diberikan berasal dari pengalamannya, cerita dari wartawan lain, dan hanya sedikit dari luar negeri, penyampaian yang diberikan penulis seperti bercerita, saya menikmati materi dan cerita yang diberikan oleh Dandhy.


Daftar Pustaka

Sumaatmadja, Dadi, Reportase Investigasi, Menelisik Lorong Gelap, LaTofi Enterprise, Jakarta, 2005

Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi, Trik dan Pengalaman para Wartawan di Indonesia Membuat Liputan Investigasi di Media Cetak, Radio, dan Televisi, Kaifa, Bandung, 2010

Septiawan Santana K, Jurnalisme Investigasi, edisi revisi, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta 2009

 

 

Komentar