APRESIASI BUKU “REPORTASE INVESTIGASI : MENELISIK LORONG GELAP” Oleh : Dadi Sumaatmadja

 


APRESIASI BUKU “REPORTASE INVESTIGASI : MENELISIK LORONG GELAP”

Oleh : Dadi Sumaatmadja

I.                   Rangkuman

Awal Langkah

Diakhir  1997, senior saya, Masduki Baidlawi, mengajak saya bergabung dengan sebuah majalah baru Dwimingguan Tajuk. Majalah Tajuk yang didesain dengan tiga pilar utama: berita, investigasi, dan infotainment. Di majalah baru itu, Masduki menawari saya untuk memegang rubric investigasi. Dua reporter sudah disiapkan untuk memperkuat tim investigasi yaitu Hartono dan Sulton Hartono dikenal sebagai wartawan majalah ekonomi terkemuka. Sedang Sulton Mufit sebelumnya menjadi reporter di Majalah Amanah.

Kemudian redaktur Tajuk menyodorkan nama Ibnu Antok yang merupakan jurnalis muda tipe fighter, pekerja keras, ulet, percaya diri tinggi Namun berjalannya waktu, penyegaran personil pun dilakukan. Hartono dan Sulton dipindahkan ke liputan regular. Digantikan oleh Wahyuana yang pernah bekerja sebagai wartawan Tabloid Paron. kemudian ditambah oleh Rahmat Yunianto yang dikenal sebagai jurnalis muda yang tangguh, cerdas, akrab dengan ‘angka-angka’ dan pendiam.

Ketajaman ingatan sangat berguna bagi reporter investigasi. Terutama ketika melakukan undercover (penyamaran). Kerana pada saat itu, kita tidak dapat mengeluarkan buku catatan dari saku, apalagi tape recorder. Satu-satunya andalam adalah daya ingat. Ada sejumlah ‘garis’ yang mesti dipatuhi anggota tim dan tidak boleh dilanggar. Pertama, setiap anggota harus membeberkan secara transparan semua temuan dilapangan. Kedua, sikap yang keras untuk menolak segala bentuk iming-iming dari semua narasumber.

Sepotong Sejarah Investigasi

                 Dalam empat tahun terakhir (1998-2002), berita investigasi menjadi rend baru di kalangan penerbitan pers. Istilah reportase investigasi popular belakangan ini, sebelum itu lebih dikenal muckcracking journalism, yang popular sekitar tahun 1902-1912. Istilah tersebut semakin popular setelah tokoh pers dunia: Josep Pulitzer berseteru dengan Presiden Amerika Serikat, Theodore Roosevelt. Ia membongkar kasus suap dalam pembelian tanah untuk kanal panama yang diduga berkaitan dengan Roosevelt. Sedangkan sejarah reportase investigasi di Indonesia cukup muram , dan panjang. Selama dua masa kepemimpinan nasional, baik di masa OrLa dan OrBa. Reportase investigasi lebih banyak dipandang penguasa sebagai buah terlarang . lebih-lebih, bila laporan selidikan menyangkut masalah politik dan ekonomi, yang terkait dengan kepentingan dan policy orang yang berkuasa.

Media yang pertama kali tampil secara terbuka menjual investigasi di zaman OrBa adalah majalah berita mingguan Editor. Selama 30-an tahun rezim OrBa. Wartawan seperti berada dalam kungkungan yang menakutkan. Jangankan salah menulis, salah meliput di lapangan bisa berakibat fatal. Ditangkap. Diinterogasi. Dunia pers Indonesia baru benar-benar ‘merdeka’ sejak tumbangnya rezim OrBa bulan Mei 1998. Era reformasi membuka peluang bagi semua media untuk melakukan eksplorasi jurnalistik demikian rupa. Bukan Cuma dari sisi bentuk, tetapi juga dari sisi isi. Dari sisi bentuk, kita mengenal berbagai bentuk media, mulai dari yang tampil serius sampai secara terbuka menjual wilayah paha dan dada. Dari sisi isi, ada media khusus dan media dengan segmentasi pembaca umum.

Serupa tapi Tak Sama

Reportase investigasi adalah suatu bentuk pencarian berita dengan cara penelusuran. Ia sangat mengandalkan bukti-bukti material, baik berupa dokumen maupun dari kesaksian. Dokumen dimaksud berupa data-data faktual yang menggambarkan terjadinya suatu masalah yang tengah diselidiki. Sementara kesaksian berupa pengakuan dari narasumber berita, yang terlibat secara langsung dalam perkara yang diselidiki. Reportase investigasi memiliki beberapa cirri, antara lain: jumlah paragraph, struktur dalam penulisan, aktualitas, gaya bahasa, yang disampaikan teramat bebas. Sedangkan  in-depth reporting, cirri menonjol dari berita jenis ini, beritanya tidak basi lantaran tidak mengikuti trend news, jumlah paragraph berkisar antara 10-25. Bentuk penulisannya seperti piramida: diawali dari hal-hal ringan, kemudian diikuti dengan bagian penting cerita pada bagian tengah dan akhir tulisan.

Reportase investigasi memiliki ciri utama yaitu kasusnya masih tersembunyi, masih misterius, membutuhkan waktu yang lumayan panjang untuk sampai pada titik akhir pengungkapan, data dan fakta sudah diuji kesahihannya,. detil dalam penulisan berita yang bertujuan untuk memberikan gambaran secara menyeluruh kepada publik mengenai kasus yang ditulis, mengungkap penyimpangan dan penyelewengan secara total, hasil yang didapat dari adanya reportase investigasi adalah adanya dampak kepada perubahan, tegas dalam menentukan target liputan.

Saatnya Terjun ke Lapangan

                 Seorang wartawan, hal pertama diukur dari kemampuannya bekerja di lapangan. Tahap pertama adalah mengendus informasi awal yang biasanya diperoleh dari jaringan atau lobi yang sudah dibangun dan dibina. Terkadang informasi dapat diperoleh dari pejabat yang mempercayai kita. Bahkan tidak jarang, dokumen didapat dengan cara mencuri namun resikonya lebih berbahaya, karena bisa terkena tindak pidana. Kedua kita mencari data sekunder yaitu data hasil riset tentang isu yang tengah digarap. Ketiga, kita dapat menguatkan informasi awal dengan menghubungi narasumber pendukung yang mengerti isu tersebut, semakin banyak sumber pendukung maka semakin baik karena informasi awal bisa benar-benar teruji. Keempat. ialah riset literature, yang paling mudah adalah mengakses internet. kelima, buatlah maping atau pemetaan persoalan. Pemetaan masalah memang harus dilakukan sedetil mungkin. Semakin rindang kita membuat ‘pohon masalah’ maka semakin lengkap pula pengetahuan akan persoalan yang tengah diselidiki. keenam, kita membuat asumsi atau hipotesa berdasarkan hasil analisis sementara terhadap informasi yang diperoleh, serta riset komparasi terhadap data sekunder. Ketujuh, semua angota tim turun, bekerja sesuai dengan pembagian tugas yang telah ditentukan saat maping berlangsung. Untuk memperoleh hasil investigasi yang maksimal maka salah satu caranya ialah dengan melakukan penyamaran. Dari penyamaran tersebut  kta memperoleh banyak fakta, namun kita tidak boleh menelan fakta-fakta tersebut begitu saja. Karena bisa jadi, sebagian atau mungkin semuanya jungkir balik dari fakta yang sebenarnya. Setelah semuanya lengkap, kita melangkah pada tahapan selanjutnya yaitu menulis hasil peliputan.

Mengapa Menyamar

                 Salah satu teknik yang digunakan oleh repotase investigasi adalah penyamaran. Dengan teknik ini reporter dapat dengan leluasa memasuki sebuah komunitas tertentu yang berperilaku menyimpang. Alasan mengenai penyamaran karena kita tidak mungkin memperoleh informasi bila langsung membuka indentitas sebagai wartawan, kemudian institusi, individu, atau komunitas memang sengaja menutupi masalah yang melilitnya, banyak sumber yang tahu suatu ketidakberesan tetapi takut membukanya ke pers, orang yang mengetahui banyak masalah yang supersensitive umumnya punya hubungan dekat dengan orang kuat di masalah itu, dengan teknik penyamaran kita dapat memperoleh data dan fakta tanpa di dramatisir. Kemudian ada juga teknik penyamaran yang rada nekad yang dinamakan teknik kamikaze atau teknik bunuh diri. Teknik ini dilakukan pada situasi tertentu, dengan penuh rencana dan perhitungan yang matang namun dilakoni dengan ektra dingin.langkah pertama dengan menampilkan diri serapi mungkin. Kedia, investigator menyiapkan kamera pocket di saku celana. Ketiga, investigator siap beraksi. Teknik lain yang bisa digunakan adalah teknik serangan fajar dengan melakukan aksi di saat yang sangat tak terduga. Kuncinya kecepatan dan kemampuan memberi keyakinan kepada orang lain

Kembangkan Jaringan

                 Reportase investigasi hanya mengacu pada berbagai masalah menyimpang yang masih misterius dan belum (banyak) diketahui publik. Tantangan bagi wartawan investigasi, karenanya, mencari materi berita yang memenuhi syarat untuk bahan investigasi. Dalam melakukan pencarian informasi, jangan meremehkan sumber berita yang sekalipun ia berasal dari kalangan bawah. Informasi penting tidak selalu datang dari pejabat tinggi. Jadi jalinlah hubungan yang baik dengan setiap orang, utamanya yang jadi sasaran investigasi kita. Informasi penting pun acap diperoleh dari sumber kedua atau ketiga. Tidak sedikit, info dari tangan mereka berkategori A1 alias akurat. Dumber atau ketiga bisa jadi kawan kepercayaan orang penting yang kita bidik. Mereka biasanya memberi informasi lantaran merasa tidak sejalan dengan sumber utama kita. Dalam mengungkap kebenaran, seorang reportase tidak bisa membatasi diri dalam menerima informasi. Informasi dari seorang bandit pun tak ada salahnya dimanfaatkan, sejauh fakta dan datanya akurat serta bisa dipertanggung jawabkan. Informasi A1 adalah sebuah istilah bagi informasi yang sangat layak dipercaya. Ada dua kriteria A1 yaitu sumber informasi harus dapat dipercaya dan informasi dari sumber tersebut memang faktual.

Taatilah Nilai dan Norma

                 Pelaporan selidikan memiliki nilai-nilai dan norma-norma yang harus dipatuhi. Secara garis besar, nilai dan norma yang patut dipegang oleh setiap orang yang berniat terjun ke dunia ini. Dalam laporan selidikan kita harus menulis dengan cara yang ‘dingin’, tanpa emosi untuk mengumbar kebencian, tidak perlu menggunakan kata-kata sarkas, bersikap objektif, dengan demikian kita bisa memelihara hati nurani untuk semata menjunjung tinggi kepentingan publik. Reportase investigasi menjadi alat sosial control yang sehat dan konstruktif bagi semua kalangan. Para investigator haruslah menjadi seorang yang independen, kebenaran menurutnya adalah kebenaran yang berlaku secara universal. Laporan selidikan yang ekslusif, controversial, berskala dan berdampak luas akan menimbulkan efek perubahan, baik individu, kelompok, maupun lembaga. Reportase investigasi memiliki kode etik yang patut dijunjung tinggi yaitu cover both side yang artinya keberimbangan dalam pelaporan berita tanpa memihak.

II.                Apresiasi

Buku yang diapresiasi adalah buku karya Dadi Sumaatmadja dengan judul Jurnalisme Investigasi : Menelisik Lorong Gelap. Buku ini terdiri dari delapan judul dengan 141 halaman. Ketika saya membaca judul buku ini, yang ada dibenak saya adalah tentang mencari informasi dengan cara penyamaran, bahaya yang mengancam lebih banyak, dan lain-lain. Setelah saya membaca buku ini ternyata apa yang ada dibenak saya mengenai investigasi memang pernah dialami oleh penulis, ia pernah melakukan penyamaran dalam tugas mencari informasi.

Saya pikir buku ini akan menjelaskan teori-teori mengenai reportase investigative dan akan sangat membosankan, namun ternyata penulis menjelaskan reportase investigative melalui cerita-cerita yang pernah ia alami. Dengan cara tersebut justru membuat menarik dan pembaca pun tidak merasa bosan dengan buku ini. Dalam cerita-cerita yang diberikan penulis juga terdapat pelajaran-pelajaran yang dapat diambil oleh pembaca.

Salah satu kelebihan dari buku ini memang penyampaian materi diberikan dengan cara berkisah, selain materi tentang reportase investigasi yang didapat, pembaca juga bisa mengetahui cara-cara yang dilakukan oleh investigator dalam menjalankan tugasnya untuk mengungkap peristiwa yang belum banyak diketahui oleh publik.

Dari segi huruf yang dipakai oleh penulis, hurufnya tidak terlalu kecil sehingga enak untuk dilihat. Serta penulis membuat tulisan dalam satu halaman menjadi dua kolom, hal tersebut menurut saya lebih enak untuk dibaca karena saat membaca buku ini tidak membuat pusing. Sedangkan buku dari Septiawan Santana degan judul Jurnalisme Investigasi, ia menggunakan huruf yang lebih kecil jika dibandingkan dengan buku karya Dadi. Serta buku Santana tidak dibuat dua kolom seperti yang dilakukan oleh Dadi, sehingga ketika melihat tulisan dari buku tersebut membuat pusing.

Buku ini terdapat 8 judul dengan beberapa sub judul. Sayangnya dalam buku ini penyampaian teori-teori mengenai reportase investigasi lebih sedikit dibanding dengan cerita-cerita pengalamannya dalam melakukan investigasi. Seperti perbedaan antara berita mendalam dan reportase investigasi tidak banyak dibahas. Sedangkan dalam Pengantar Penulisan Berita Mendalam karya S. Sahala, ia membahas mengenai tujuan dari berita mendalam, cirri-cirinya.

Pada judul pertama yakni Langkah Awal. Disini penulis lebih banyak menceritakan awal mulanya ia bergabung dengan sebuah majalah dwimingguan yang bernama Tajuk dan menggeluti rubric investigasi. Dari majalah inilah akan terlahir cerita-cerita yang menarik untuk dibaca. Di pembahasan awal ini pula selain memberikan cerita, penulis menyisipkan beberapa ilmu mengenai dunia investigasi seperti rubric investigasi tidak akan menyentuh isu-isu yang klise, selama cara penyajian dan angle (sudut pandang) tulisan tepat, kesan murahan dapat dihindar.

Kemudian penulis juga menceritakan pengalamnnya ketika ia memiliki tim untuk reportase investigasi, beberapa kali timnya mengalami penyegaran anggota. Karena penulis pun menyebutkan bahwa tim yang menurutnya ideal adalah pekerja keras, drive tinggi, militant, tangguh di lapangan, saling menjaga, saling mengisi, dan terbuka satu sama lain. Hal serupa diungkapkan oleh Sahala dalam pengantarnya bahwa tidak hanya waktu yang cukup panjang, tetapi juga kerja sama suatu tim yang benar-benar solid dan tangguh.

Dalam pembahasan ini juga penulis memberikan pesan moral yaitu wartawan harus jujur dan tidak menerima amplop. Hal tersebut juga tercantum dalam Kode Etik Journalistic pasal 6 yaitu wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap, karena menyalahgunakan profesi adalah segalah tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum, kemudian suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.

Jadi penulis kembali mengingatkan bahwa sebagai wartawan harus jujur dalam bekerja, membuat berita dan tidak menerima suap dalam bentuk apapun.

Kemudian penulis juga memberikan cerita mengenai anggota baru dalam timnya yaitu Wahyuana yang memiliki loyalitas, dedikasi yang tinggi terhadap jurnalistik, dan juga jago dalam bidangnya. Tetapi ia belum menyelesaikan kuliahnya. Ada kutipan yang cukup menarik perhatian saya yaitu “orang yang jago namun tidak mengantungi ijazah formal, harus tersingkir dari kancah persaingan”. Jadi, meskipun seseorang memiliki kemampuan lebih dan bisa jadi lebih tinggi dibanding yang bergelar sarjana, tetap saja dalam kariernya akan terhambat karena tidak menyelsaikan gelar sarjananya. Dan manajemen Tajuk  memilih wartawannya yang berpendidikan minimal sarjana.

Yang saya kagumi dari penulis adalah ketajaman daya ingatnya dalam menceritakan pengalaman-pengalamannya selama melakukan investigasi, ia menceritakan secara detil dari kisahnya seperti baju yang dipakai oleh seseorang, keadaan sekitar, suasana saat kejadian, dan lain-lain. Karena penulis menjelaskan bahwa ketajaman ingatan sangat berguna bagi reporter investigasi apalagi ketika melakukan penyamaran, pada saat itu tidak dapat mengeluarkan catatan untuk mencatat apa yang ada ditempat kejadian, apalagi tape recorder, jadi yang sangat dibutuhkan adalah ketajaman daya ingat.

Kemudian dasar penyelidikan yang penting dilakuakn ialah maping yaitu pemaparan masalah dengan cara yang lebih sederhana yaitu dengan membuat peta dengan bentuk seperti pohon, yang belum diketahui maka diberi tanda tanya, mulai dari akar hingga pucuk tertinggi dari pohon masalah tersebut.

Pada buku Jurnalisme Investigasi : Trik Dan Pengalaman Para Wartawan Indonesia Membuat Liputan Investigasi Di Media Cetak, Radio, Dan Televisi karya Dandhy Dwi Laksono, terdapat bab yang membahas mengenai perencanaan investigasi yang menurut saya perencanaan tersebut hampir sama dengan cerita yang diberikan oleh Dadi dalam bukunya yaitu:

1.      Membentuk tim (multi-spesialisasi), tim investigasi tidak berarti harus banyak orang, tergantung pada kompleksitas kasus

2.      Riset dan observasi awal, riset biasanya dipahami sebelum turun ke lapangan

3.      Menentukan angle dan hipotesis

4.      Pohon masalah

5.      Merumuskan hipotesis

6.      Merencanakan strategi eksekusi, semacam merancang scenario jalannya “operasi tempur”

7.      Menyiapkan scenario pasca-publikasi

Lanjut pada bagian kedua yang berjudul Sepotong Sejarah Investigasi. Dibagian ini, penulis lebih banyak membahas mengenai sejarah investigasi di Indonesia dan di dunia, namun lebih banyak membahas mengenai sejarah pers di Indonesia. Saya tertarik untuk mengetahui cerita pada bagian ini, karena kita ketahui bahwa pers Indonesia di zaman dulu tidaklah bebas. Penulis memberikan penjelasan jika selama rezim Soeharto yang berkuasa selama 30 tahun banyak yang ditutup-tutupi, banyak isu yang tidak pernah tersentuh oleh pers. Kemudian setelah tumbangnya rezim OrBa, mulai banyak pers yang memberitakan mengenai isu politik, elit bisnis, keluarga Cendana, isu seputar presiden dan keluarga, yang banyak dipublikasi oleh pers.

Dari sinilah penulis memberikan cerita mengenai mulai banyak media  yang menggunakan kata investigasi untuk medianya dan  banyak menarik perhatian publik sehingga pada saat itu reportase investigasi menjadi barang jualan sekaligus berita dengan nilai prestise yang tinggi.

Sayangnya pada bagian ini, penulis hanya membahas sejarah reportase investigasi dunia hanya 7 paragraf. Jadi cukup singkat untuk menjelaskan tentang sejarah. Memang yang menarik dari bagian ini adalah cerita mengenai pers pada masa rezim Soeharto. Penulismemberikan gambaran mengenai kesuraman pers pada masa rezim Soeharto. Salah satu paragraph yang menggambarkan kekejaman pada masa itu ada pada halaman 23 di paragraph ke-4 yang isinya adalah “selama 30-an tahun rezim Orde Baru, wartawan seperti berada dalam kungkungan yang menakutkan. Jangankan salah menulis, salah sedikit meliput di lapangan, bisa berakibat fatal. Ditangkap. Diinterogasi” dari paragraph tersebut dapat terlihat jika pers pada saat itu  dibatasi dan jangan sampai salah. Saya tidak bisa membayangkan betapa terkungkungnya pers saat itu. Berbeda dengan sekarang, media sangat bebas memberitakan peristiwa, meskipun bebas  tetapi harus mengutamakan Kode Etik Jurnalistik.

Sayangnya pada bagian ini, penulis tidak menceritakan kisah atau salah satu peristiwa yang menjadi sejarah bagi dunia pers.misalnya tentang pemberedelan, sehingga kita juga mengetahui kisahnya.

Bahasan selanjutnya dengan judul Serupa tapi Tak Sama, disini penulis membahas mengenai perbedaan antara reportase investigasi dan berita mendalam. Jika yang dimaksud reportase investigasi menurut penulis adalah suatu bentuk pencarian dengan cara penelusuran. Sedangkan menurut buku buku dari Septiawan Santana degan judul Jurnalisme Investigasi, yang dimaksud dengan reportase investigasi ialahsebuah kerja menghasilkan produk dan inisiatif yang menyangkut hal-hal penting dari banyak orang atau organisasi yang sengaja merahasiakannya. Sedangkan dalam buku Jurnalisme Investigasi : Trik Dan Pengalaman Para Wartawan Indonesia Membuat Liputan Investigasi Di Media Cetak, Radio, Dan Televisi karya Dandhy Dwi Laksono bahwa hampir semua jurnalis berpendapat bahwa status investigasi bukan ditentukan oleh panjang pendeknya laporan, atau apakah dia menggunakan teknik menyamar dalam lipurannya, melainkan apakah laporan itu mengungkap kasus kejahatan terhadap kepentingan publik. Dalam buku tersebut juga terdapat elemen-elemen investigasi yaitu:

1.      Mengungkap kejahatan terhadap kepentingan publik, atau tindakan yang merugikan orang lain,

2.      Skala dari kasus yang diungkap cenderung terjadi secara luas atau sistematis

3.      Menjawab semua pertanyaan penting yang muncul dan memetakan persoalan dengan gambling,

4.      Mendukung aktor-aktor yang terlibat secara lugas, didukung bukti-bukti yang kuat,

5.      Publik bisa memahami kompleksitas masalah yang dilaporkan bisa membuatkeputusan atau perubahan berdasarkan laporan itu.

Dibagian ini juga penulis menceritakan pengalannya. Dan yang baru saya ketahui ialah bahwa dokumen yang menunjang dalan investigasi bisa dibeli dan memiliki tarif. Pada bagian manipulasi data, kita dapat memperoleh pelajaran bahwa dengan membuat berita bohong bisa berdampak luas, baik si korban maupun keluarga dan sekitarnya.  Penulis menceritakan pengalamannya memanipulasi data mengenai kasus tabrak lari tetapiinformasi yang diberikan dibuatlebih dramatis. Dalam buku Bill Kovacch yang berjudul Sembilan Elemen Jurnalisme bahwa prinsip yang paling pertama adalah kebenaran. Selain itu dalam Kode Etik Jurnalistik pasal 4 yaitu wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Pada cerita tersebut penulis membuat berita bohong dan tidak sesuai dengan fakta yang bertujuan agar peristiwa tersebut lebih dramatis.

Ada lagi kalimat yang menjadi perhatian saya yaitu dihalaman 41 “selain para pelaku psikopat, pejabat korup, dan para munafik lainnya, yang memenuhi alam neraka adalah para kuli tinta” dari kalimat tersebut dapat dikatakan jika menjadi wartawan haruslah hati-hati karena secara tidak sadar bahwa tulisan yang dipublikasikan bisa terdapat fitnah, opini dari si pewarta.

Dalam pemahasan ini, penulis memberikan pengalamannya menyamar untuk mengungkap judi di kapal pesiar. Menurut saya penulis sangat ‘niat’ dalam melakukan penyamaran hingga membuat paspor. Membeli kamera untuk menunjang penyamaran, dan setelah penyamaran tersebut yang menarik adalah kapal pesiar tersebut tidak terlihat lagi. Bisa dikatakan bahwa penulis berhasil melakukan perubahan setelah berita tersebut dipublikasikan dan dari cerita penyamaran tersebut saya jadi bisa mengetahui cara-cara yang dilakukan wartawan investigasi.

Pembahasan selanjutnya ialah Saatnya Terjun ke Lapangan, dibagian ini penulis lebih membahas langkah-langkah yang dilakukan dalam peliputan. Pertama, menangkap informasi awal yang bisa diperoleh dari jaringan yang sudah dibina. Disini, penulis menceritakan bahwa ia pernah melakukan beberapa kali mencuri dokumen untuk menambah informasi. Yang menariknya ialah penulis menceritakan cara ia memperoleh dengan cara mencuri. Kedua, mencari data sekunder yang bisa didapat dari hdata hasil riset atau sumber ‘tak resmi’. Ketiga, mengontak sumber pendukung, karena semakin banyak sumber pendukung maka semakin baik. Keempat, perlu riset literature, sangat penting terutama untuk mengetahui fenomena kasus serupa yang pernah terjadi. Kelima, menggambar pohon, keenam, pohon rindang tempat bertanya, semakin rindang membuat pohon, maka semakin lengkap pengetahuan akan persoalan yang tengah diselidiki. ketujuh, insting, asumsi, hipotesa. Kedelapan, langsung terjun ke lapangan. Kesembilan melakukan observasi. Langkah selanjutnya ialah kembali merapikan dokumen kemudian menulis hasil investigasi, memikirkan dampak tulisna, libelcheck, pengambilan keputusan, wawancara.

Bahasan selanjutnya ialah Mengapa Menyamar? Menurut penulis, tujuan dengan melakukannya penyamaran adalah untuk memperoleh data faktual, baik fakta material maupun immaterial secara jujur dan akurat. Yang menarik pada bagian ini adalah cerita pengalaman penulis dalam melakukan penyamaran di Aceh, ia melakukan penyamaran menjadi warga Padang dengan mengubah dialog serta logatnya agar penduduk Aceh tidak merasa curiga, karena orang Aceh sangat antipasti dengan etnis Jawa. Tidak terbayangkan oleh saya bagaimana rasanya berada di wilayah yang mengalami konflik dengan cara menyamar. Saya kagum terhadap penulis karena ia bisa mengingat peristiwa tersebut secara detil, melakukan penyamaran yang sukses. Selain mengani konflik di Aceh, penyamaran yang dilakukan oleh penulis ketika mengungkap kasus harta karun di pulau Tidore dan Ternate.  Menurut penulis dalam aktivitas penyamaran yang paling menegangkan adalah ketika memasuki sebuah kelompok tertentu, karena kita harus tenang dan menguasai emosi, serta mengikuti kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan dalam kelompok tersebut namunjangan sampai kebablasan, ketika mereka minum-minum maka harus mengikutinya, yang paling penting adalah jangan terlalu banyak bicara karena dikhawatirkan ucapan yang keluar justru dapat menyakiki kelompok tersebut dan penyamaran bisa terbongkar.

Dari buku ini, teori yang diberikan kepada pembaca diberikan pula contohnya oleh penulis berupa cerita pengalaman yang pernah penulis alami dengan menggunakan teori tersebut. Contoh beberapa teknik yang digunakan dalam melakukan penyamaran, yaitu teknik kamikaze yang dilakukan pada situasi tertentu, dengan perhitungan yang matang dan penuh rencana. Teknik serangan fajar.

Teknik yang diberikan oleh penulis menurut saya masih kurang karena ada teknik lain yang ada dalam bukunya Dandhy Laksono yaitu teknik penyamaran melebur, dengan cara ini wartawan bisa langsung melebur dengan target yang diselidiki dan dipakai bila ingin “menangkap basah” sebuah aktivitas. Kemudian teknik menempel yaitu teknik “kuda troya” dimana jurnalis memanfaatkan objek tertentu sebagai kendaraan untuk mendapatkan fakta,keterangan, atau akses. Selanjutnya teknik penyamaran berjarak, wartawan yang melakukan teknik ini setidaknya masih ada kesempatan untukmengubah strategi di tengah jalan karena itulah risikonya kecil dibanding teknik sebelumnya.

Pembahasan selanjutnya ialah Kembangkan Jaringan, dalam pembahasan ini. Penulis memberikan sumber-sumber informasi yang bisa diperoleh wartawan yang bisa didapat dari sumber yang secara sosiologis berasal dari kalangan bawah, penulis memberikan pesan bahwa meskipun dari kalangan bawah bisa jadi berita ekslusif banyak datang dari mereka yang sehari-hari tidak dipandang dan tidak dikenal publik, bahkan dari bandit sekali pun kita dapat memperoleh informasi, dan lain-lain.

Dari pembahasan ini saya jadi mengetahui bahwa orang-orang yang tidak pernah terpikirkan untuk dijadikan sumber informasi ternyata bisa dijadikan A1 sesuai dengan topic yang diselidiki. kelebihan dari penulis ialah ketika memberikan teori pasti ada cerita yang diberikan sehingga pembaca bisa langsung mengerti dalam praktik jurnalistiknya

Pembahasan yang terakhir adalah mengenai Taatilah Nilai dan Norma pada bagian ini penulis memebrikan pesan kepada pembaca mengenai nilai dan norma yaitu dalam melakukan selidikan harus mematuhi nilai-nilai dan norma. Secara garis besar, nilai dan norma yang patut dipegang oleh setiap orang yang berniat terjun ke dunia ini. Dalam laporan selidikan kita harus menulis dengan cara yang ‘dingin’, tanpa emosi untuk mengumbar kebencian, tidak perlu menggunakan kata-kata sarkas, bersikap objektif, dengan demikian kita bisa memelihara hati nurani untuk semata menjunjung tinggi kepentingan publik. Reportase investigasi menjadi alat sosial control yang sehat dan konstruktif bagi semua kalangan. Para investigator haruslah menjadi seorang yang independen, kebenaran menurutnya adalah kebenaran yang berlaku secara universal. Laporan selidikan yang ekslusif, controversial, berskala dan berdampak luas akan menimbulkan efek perubahan, baik individu, kelompok, maupun lembaga. Reportase investigasi memiliki kode etik yang patut dijunjung tinggi yaitu cover both side yang artinya keberimbangan dalam pelaporan berita tanpa memihak.

Cover both side memang sangat diperlukan dalam dunia jurnalisme karena berita yang diberikan haruslah berimbang, wartawan tidak memihak yang manapun dan bersifat objektif. Keberimbangan tersebut juga tercantum dalam KEJ pasal 1 yaitu wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Berimbang dalam penjelasan pasal tersebut adalah semua pihak memiliki kesempatan yang sama.

secara keseluruhan, buku karya Dadi Sumaatmadja ini menarik untuk dibaca, penjelasan yang diberikan mudah untuk dipahami, serta adanya cerita dari pengalaman penulis dalam melakukan investigasi dapat memberikan gambaran kepada pembaca bahwa menjadi wartawan investigasi tidaklah semudah yang dibayangkan karena rekiso yang ditempuhnya pun lebih berat jika dibandingkan dengan biasanya, dalam melakukan penyamaran pun harus hati-hati akar tidak terbongkar, siap mengahdapi situasi apapun, berhadapan dengan orang yang bermacam-macam, dalam melakukan penyamaran wartawan pun harus mengikuti kebiasaannya agar mendapatkan informasi, namun dari itu semua akan mendapatkan pengalaman yang tidak semua orang dapat merasakannya dan pastinya tidak akan dilupakan oleh wartawan yang melakukannya.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Sumaatmadja, Dadi, Reportase Investigasi, Menelisik Lorong Gelap, LaTofi Enterprise, Jakarta, 2005

Dandhy Dwi Laksono, Jurnalisme Investigasi, Trik dan Pengalaman para Wartawan di Indonesia Membuat Liputan Investigasi di Media Cetak, Radio, dan Televisi, Kaifa, Bandung, 2010

Septiawan Santana K, Jurnalisme Investigasi, edisi revisi, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta 2009

Kovach, Bill, Tom Rosenstiel, Sembilan elemen Jurnalisme, Yayasan Pantau, Jakarta, 2003

Sahala Tua Saragih, Pengantar Penulisan Berita Mendalam, 2018

Kode Etik Jurnalistik  

 

Komentar